Minggu, 26 Februari 2012

Anekdot Sufi Jawa

Cerita tentang Kiai Sabar
Cerita Kiai Badrun Di daerah Jawa Timur setiap bulan kesembilan pada bulan purnama bertemulah para Ulama Khos mengadakan musyawarah, dalam musyawarah tersebut di ketahui bahwa di suatu daerah hiduplah seorang Ulama Sir -ulama besar tetapi menyembunyikan diri- informasi yang di ketahui hanya ulama besar tersebut bernama Kiai Almukarom Sabaruddin tinggal di tepi Gunung yang berapi di pulau Jawa, tidak ada keterangan lain Gunung Berapi yang mana karena gunung berapi begitu banyak di tanah Jawa ini.
Akhirnya para kiai Khos memutuskan untuk membagi tiga kelompok untuk mencari satu kelompok untuk wilayah Jawa bagian timur, kelompok kedua untuk wilayah Jawa Bagian Barat dan kelompok ketiga untuk wilajah Jawa bagian tengah. Dan sepakat satu tahun kemuadian pada bulan kesempilan dan tepat ketika purnama tiba kumpul kembali di tempat yang sama.
Setelah satu tahun mereka berkumpul kembali ternyata mereka belum menemukan Ulama Sir yang dimaksud, sedikit petunjukpun tidak, tapi mereka tambah yakin semakin sulit di cari semakin di yakini bahwa ulama Sir itu memang ada dan linuwih.akhirnya mereka memutuskan untuk sholat istiqoroh minta petunjuk kepada Gusti. Setelah semua bersama melakukan sholat ada sedikit petunjuk tentang lokasi yang di mana Ulama Sir itu berada , petunjuknya adalah di daerah Jawa bagian Tengah di seputar gunung berapi tetapi sudah tidak aktif dan rumahnya di pinggir rumpun bamboo.
Akhirnya mereka pergi bersama mencari gunung tersebut, di jelajahilah semua gunung yang tidak aktif di Jawa bagian Tengah, dari gunung Sindoro, gunung Sumbing, Gunung Slamet, Gunung Lawu tetapi tidak ada petunjuk, dan tiba-tiba salah seorang dari mereka teringat tentang Gunung Tidar dan di putuskannyalah mendatangi daerah gunung tersebut. Di tanyailah orang-orang di sekitar gunung Tidar apakah ada Ulama besar yang bernama Kiai Almukarom Sabaruddin dengan ciri rumahnya di pinggir Rumpun Bambu. Tetapi semua orang mengatakan kalau di daerah Gunung Tidar tidak ada nama ulama seperti itu, paling ada yang mirip dengan itu tetapi setahu penduduk di sekitar tidaklah seoarang Ulama apalagi mempunyai pondok dan murid. Para Ulama Khos minta penjelasan lebih lanjut tentang orang yang agak mirip dengan yang mereka cari, namanya adalah mbah Sabar bukan Kiai Almukarom Sabaruddin, dan hanya seorang pengembala itik, bukan pemimpin pondok dan yang sama hanya rumahnya memang sama-sama di tepi rumpun bamboo.
Di kunjungi rumah tersebut dan bertemulah dengan lelaki tua yang kurus dengan caping lebarnya sedang mengembalakan itiknya. Rombongan tersebut mengutarakan kedatangannya.tetapi jawab orang tersebut,” Maaf ya tuan-tuan mungkin anda salah alamat itu memang rumah saya tuan, tapi saya hanyalah seorang gembala itik bukan ulama, coba cari yang lain saja, tuan salah alamat barang kali…” demikian jawaban, tapi tetapi para rombongan ulama Khos tetap yakin bahwa orang ini adalah orangnya. Akhirnya Pengembala itik itu menyilahkan masuk kerumahnya.
“Tuan-tuan bila tuan –tuan ingin mengetahui hakekat ilmu sejati pergilah kemana saja yang bisa kau temukan tempat tempat paling sepi….”Demikian wejangan pertama, kemudian tanpa panjang lebar para ulama Khos tersebut di bagi tiga kelompok menyebar. Kelompok pertama yakin di tepi pantai adalah tempat yang paling sepi, kelompok kedua pergi ke goa di lereng gunung dan kelompok ketiga pergi ke tengah hutan.
Setelah mereka sampai mereka berkumpul dan menyeritakan pengalaman dan argumentasi masing-masing.Tetapi sungguh terkejut bahwa semua argumentasinya di salahkan, “ dalam dunia hakekat seorang salik haruslah berpegangan pada tiga ujaran yaitu ojo rumongso biso, ojo rumangso weruh lan ojo rumongso ngerti….tempat yang sepi di dunia ini tidak ada kecuali hanya ada dalam diri tuan-tuan dan itu pun hanya bisa kalau tuan-tuan bisa berhenti, meneng….. “
Demikian ujarnya, ditengah suasana ramah temah tersebut tiba tiba dari belakang ruang tamu terdengar seorang wanita membentak mbah Sabar,” Bapake! Malah hanya duduk-duduk ngobrol ngoyo woro tidak ada gunanya …..ayo cepat segare anggon Bebekmu, itu sudah pada teriak teriak kelaparan, aku kebrebegen ki…….” Para ulama Khos terkejut bukan kepalang tidak sopan perempuan itu pikirnya. Dan di tanyakanlah siapakah gerangan perempuan itu pada mbah Sabar tersebut, “ Dialah guru saya………”.
“Sekaranglah pulanglah tuan-tuan, anda sudah ketemu yang anda cari hanya biginilah gerangan yang anda sebut Kiai Almukarom Sabaruddin”. Mereka sungkem cium tangan dan pamit.
WEJANGAN SUNAN KALIJAGA

Wejangan Kanjeng Sunan Kalijogo marang Kyai Ageng Bayat Semarang (Sekar Macapat – kanthi Tembang Dandang Gulo).

Urip iku neng ndonya tan lami.
Umpamane jebeng menyang pasar.
Tan langgeng neng pasar bae.
Tan wurung nuli mantuk.
Mring wismane sangkane uni.
Ing mengko aja samar.
Sangkan paranipun.
Ing mengko podo weruha.
Yen asale sangkan paran duk ing nguni.
Aja nganti kesasar.


Yen kongsiho sasar jeroning pati.
Dadya tiwas uripe kesasar.
Tanpa pencokan sukmane.
Separan-paran nglangut.
Kadya mega katut ing angin.
Wekasan dadi udan.
Mulih marang banyu.
Dadi bali muting wadag.
Ing wajibe sukma tan kena ing pati
Langgeng donya akherat.



MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI


Berikut sebagian dari artikel Kejawen yang berjudul : Menggapai Wahyu Dyatmiko karya Ki Sondang Mandali untuk menambah pengetahuan kita.

Dalam ajaran Kejawen ada istilah “Manunggaling Kawula Gusti”. Hal ini sering diartikan bahwa menyatunya manusia (kawula) dengan Tuhan (Gusti). Anggapan bahwa Gusti sebagai personifikasi Tuhan kurang tepat. Gusti (Pangeran, Ingsun) yang dimaksud adalah personifikasi dari Dzat Urip (Kesejatian Hidup), derivate (emanasi, pancaran, tajali) Tuhan.

Hal ini bisa dilihat dari “Wirid 8 Pangkat Kejawen”:

Wejangan panetepan santosaning pangandel, yaiku bubuka-ning kawruh manunggaling kawula-gusti sing amangsit pikukuh anggone bisa angandel (yakin) menawa urip pribadi kayektene rinasuk dening dzate Pangeran (Dzat Urip, Sejating Urip). Pangeran iku ya jumenenge urip kita pribadi sing sejati. Roroning atunggal, sing sinebut ya sing anebut. Dene pangertene utusan iku cahya kita pribadi, karana cahya kita iku dadi panengeraning Pageran. Dununge mangkene : “Sayekti temen kabeh tumeka marang sira utusaning Pangeran metu saka awakira, mungguh utusan iku nyembadani barang saciptanira, yen angandel yekti antuk sih pangapuraning Pangeran”. Menawa bisa nampa pituduh sing mangkene diarah awas ing panggalih, ya urip kita pribadi iki jumenenging nugraha lan kanugrahan. Nugraha iku gusti, kanugrahan iku kawula. Tunggaal tanpa wangenan ana ing badan kita pribadi.

Terjemahannya:

Ajaran pemantapan keyakinan, yaitu pembukanya kawruh (ilmu) “Manunggaling Kawula Gusti” yang memberikan wangsit (petunjuk) keteguhan untuk bisa yakin bahwa hidup kita pribadi sesungguhnya dirasuki Dzatnya Pangeran Pangeran (Dzat Urip, Sejatining Urip). Pangeran itu bertahtanya pada hidup kita yang sejati. Dwitunggal (roroning atunggal) yang disebut dan yang menyebut. Sedangkan pengertian utusan itu cahaya hidup kita pribadi, karena cahaya hidup kita itu menjadi pertanda adanya Pangeran. Maksudnya : “Sesungguhnya nyata semua datang kepada kamu utusan Pangeran (memancar) keluar dari dirimu sendiri. Sebenarnya utusan itu mencukupi semua yang kamu inginkan, kalau percaya pasti mendapatkan pengampunan dari Pangeran”. Bila bisa menerima petunjuk yang seperti ini supaya awas dan hati-hati, ya hidup kita ini bertahtanya nugraha dan anugrah. Nugraha itu gusti (tuan) sedang anugrah itu kawula (abdi). Bersatu tanpa batas pemisah dalam badan kita sendiri.


Diposting oleh MASHDAN
Wejangan Kanjeng Sunan Kalijogo marang Kyai Ageng Bayat Semarang (Sekar Macapat – kanthi Tembang Dandang Gulo).

Urip iku neng ndonya tan lami.
Umpamane jebeng menyang pasar.
Tan langgeng neng pasar bae.
Tan wurung nuli mantuk.
Mring wismane sangkane uni.
Ing mengko aja samar.
Sangkan paranipun.
Ing mengko podo weruha.
Yen asale sangkan paran duk ing nguni.
Aja nganti kesasar.


Yen kongsiho sasar jeroning pati.
Dadya tiwas uripe kesasar.
Tanpa pencokan sukmane.
Separan-paran nglangut.
Kadya mega katut ing angin.
Wekasan dadi udan.
Mulih marang banyu.
Dadi bali muting wadag.
Ing wajibe sukma tan kena ing pati
Langgeng donya akherat.



MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI


Berikut sebagian dari artikel Kejawen yang berjudul : Menggapai Wahyu Dyatmiko karya Ki Sondang Mandali untuk menambah pengetahuan kita.

Dalam ajaran Kejawen ada istilah “Manunggaling Kawula Gusti”. Hal ini sering diartikan bahwa menyatunya manusia (kawula) dengan Tuhan (Gusti). Anggapan bahwa Gusti sebagai personifikasi Tuhan kurang tepat. Gusti (Pangeran, Ingsun) yang dimaksud adalah personifikasi dari Dzat Urip (Kesejatian Hidup), derivate (emanasi, pancaran, tajali) Tuhan.

Hal ini bisa dilihat dari “Wirid 8 Pangkat Kejawen”:

Wejangan panetepan santosaning pangandel, yaiku bubuka-ning kawruh manunggaling kawula-gusti sing amangsit pikukuh anggone bisa angandel (yakin) menawa urip pribadi kayektene rinasuk dening dzate Pangeran (Dzat Urip, Sejating Urip). Pangeran iku ya jumenenge urip kita pribadi sing sejati. Roroning atunggal, sing sinebut ya sing anebut. Dene pangertene utusan iku cahya kita pribadi, karana cahya kita iku dadi panengeraning Pageran. Dununge mangkene : “Sayekti temen kabeh tumeka marang sira utusaning Pangeran metu saka awakira, mungguh utusan iku nyembadani barang saciptanira, yen angandel yekti antuk sih pangapuraning Pangeran”. Menawa bisa nampa pituduh sing mangkene diarah awas ing panggalih, ya urip kita pribadi iki jumenenging nugraha lan kanugrahan. Nugraha iku gusti, kanugrahan iku kawula. Tunggaal tanpa wangenan ana ing badan kita pribadi.

Terjemahannya:

Ajaran pemantapan keyakinan, yaitu pembukanya kawruh (ilmu) “Manunggaling Kawula Gusti” yang memberikan wangsit (petunjuk) keteguhan untuk bisa yakin bahwa hidup kita pribadi sesungguhnya dirasuki Dzatnya Pangeran Pangeran (Dzat Urip, Sejatining Urip). Pangeran itu bertahtanya pada hidup kita yang sejati. Dwitunggal (roroning atunggal) yang disebut dan yang menyebut. Sedangkan pengertian utusan itu cahaya hidup kita pribadi, karena cahaya hidup kita itu menjadi pertanda adanya Pangeran. Maksudnya : “Sesungguhnya nyata semua datang kepada kamu utusan Pangeran (memancar) keluar dari dirimu sendiri. Sebenarnya utusan itu mencukupi semua yang kamu inginkan, kalau percaya pasti mendapatkan pengampunan dari Pangeran”. Bila bisa menerima petunjuk yang seperti ini supaya awas dan hati-hati, ya hidup kita ini bertahtanya nugraha dan anugrah. Nugraha itu gusti (tuan) sedang anugrah itu kawula (abdi). Bersatu tanpa batas pemisah dalam badan kita sendiri.


Diposting oleh MASHDAN